Senin, 04 Juni 2012

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2


Pengertian PPh Pasal 4 (2) adalah :
Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 (2) Undang-Undang no.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 4 (2) bersifat final sehingga apabila wajib pajak telah dipotong PPh Pasal 4 (2) maka atas bukti potong tersebut tidak dapat dikreditkan.
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:
”Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya
penghasilan dari transaksi saham dala sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta
penghasilan tertentu lannya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA DEPOSITO
DAN TABUNGAN, DAN DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan Peraturan
Pemerintah No 131 tahun 2000. Menurut PP tersebut, atas penghasilan berupa
bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima
oleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.

PPh (Final) = 20% x Bruto

Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap, besarnya PPh
yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto dan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Pemotongan PPh ini tidak dilakukan terhadap:
1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak
melebihi Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap bangun
untuk dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Catatan:
Bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannya (termasuk
bunga dan diskonto) dalam satu tahun pajak tidak melebihi PTKP, atas pajak yang
telah dipotong dapat diajukan permohonan restitusi.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU
DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi
yang dijual di bursa efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2002.
Menurut PP tersebut, atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak berupa dan
diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa efek dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar:
a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT;
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak
penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari jumlah bruto bunga sesuai
dengan masa pemilikan (holding period) obligasi.
2. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:
a. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak
penduduk/berkedudukan di luar negeri,
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan
di luar negeri, dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas
perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT,
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, bagi Wajib Pajak
penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih harga jual atau nilai
nominal di atas harga perolehan obligasi.
Catatan:
Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperolah Wajib Pajak:
1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
2. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAN),
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian atau pemberian izin usaha;
tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau
bengunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan
tersebut penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bengunan dikenakan PPh yang
bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% baik atas
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlah
bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
PPh (Final) = 10% x Bruto
Contoh :
Organisasi XYZ menyewa sebuah ruko dari Tuan AA untuk dijadikan kantor dengan
nilai sewa sebesar Rp 60.000.000.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh XYZ adalah:
10% x Rp 60.000.000 = Rp 6.000.000
PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH
DAN/ATAU BAGUNAN
Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar PPh Final 5% daru
jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta jual
beli/pengalihan dan NJOP tanah & bangunan sesuai SPPT PBB).
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta
rupiah), penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek Pajak
Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5 % (lima
per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
dengan Surat Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan,
kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna melaksanakan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
di luar kegiatan usaha pokoknya, diwajibkan menyetor PPh 5% melalui bank
persepsi. Setoran PPh tersebut tidak bersifat final, sehingga merupakan angsuran
PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan termasuk koperasi
yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum, Pasal
16 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, kewajiban pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan dihitung dan dilaksanakan sendiri berdasarkan
ketentuan Pasal 25.

PPh (Final) = 5% x Bruto
USAHA JASA KONSTRUKSI

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008. Berikut ini adalah beberapa
pengertian menurut PP No. 51 tahun:

Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
perlengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang
mampu menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan
menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan
konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembagunan (engineering,
procurement and construction) serta modal penggabungan perencanaan dan
pembangunan (design and build).

Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang
mampu melaksanakan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.

Penyediaan jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,
yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai
perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun
sub-subnya.
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha kecil;
PPh (Final) = 2% x Jumlah Jasa
2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha;
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyediaan Jasa selain Penyediaan Jasa sebagaimana dimaksud dalam
angka dan angka 2;
PPh (Final) = 3% x Jumlah Jasa
4. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang dimiliki kualifikasi
usaha; dan
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
5. 6% (enam persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
PPh (Final) = 6% x Jumlah Jasa
Pajak Penghasilan jasa konstruksi:
dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal
Penggunaan Jasa merupakan pemotongan pajak; atau
disetor sendiri oleh Penyediaan Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan
merupakan pemotong pajak.

PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam
Peraturan Pemerintah No 132 Tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan tersebut
penghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau
dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang
wajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah bruto hadiah undian.
PPh (Final) = 25% x Bruto

Contoh :
PT ABC dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undian
dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yang
dipotong oleh PT ABC adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000




PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA
KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa
kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan Pemerintah
No 17 Tahun 2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di
bursa dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma lima
persen) dari margin awal.
PPh (Final) = 2,5% x Margin Awal