Rabu, 04 Juli 2012

Manajemen koperasi

MANAJEMEN KOPERASI


  PENGERTIAN MANAJEMEN KOPERASI
Manajemen merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap organisasi. Sebagaimana diketahui, hakikat manajemen adalah mencapai tujuan melalui tangan orang lain. Pencapaian tujuan melalui tangan orang lain itu dilakukan oleh manajemen dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan, fungsi perngorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengawasan. Dengan demikian keberhasilan manajemen sebuah organisasi akan sangat tergantung pada pelaksanaan masing-masing fungsi tersebut.
Hal yang sama berlaku pula pada koperasi. Hanya dengan melaksanakn fungsi-fungsi manajemen itulah sebuah koperasi akan dapat mencapai tujuan mulianya secara efektif.
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat sebagai tempat kelahirannya maupun di Indonesia sudah diarahkan untuk mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang kurang beruntung dalam sistem ekonomi pasar liberal kapitalistik. Oleh banyak kalangan, Lembaga koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai saling kerja sama (gotong royong), menolong diri sendiri, solidaritas, kejujuran, keterbukaan,mengutamakan kebersamaan dan keadilan serta beberapa esensi moral positif lainnya.
Koperasi memang cocok untuk masyarakat Indonesia, dan sudah ada di dalam masyarakat kita jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada dasarnya bangsa Indonesia suka bekerja sama dan saling tolong-menolong. Koperasi yang pertama tumbuh subur di Indonesia adalah koperasi sosial yang dalam kegiatannya lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat sosial tanpa memperhitungkan segi keuntungan dalam arti ekonomi. Koperasi semacam ini dapat tumbuh subur dengan landasan rasa solidaritas dari anggotanya.
Dengan bermodalkan rasa solidaritas yang tinggi dari para anggotanya saja, belumlah cukup untuk membina koperasi jenis yang kedua yaitu koperasi ekonomi yang bergerak di bidang ekonomi. Supaya koperasi ekonomi bertahan hidup dan seterusnya berkembang, diperlukan individualitas (kepercayaan pada diri sendiri) dari para anggotanya. Sebab hanya anggota yang percaya akan kemampuannya sendiri yang dapat bertindak/bekerja untuk memajukan koperasi dan setia kepada koperasi yang diikutinya. Selain itu, walaupun koperasi adalah organisasi yang tidak mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi cara kerjanya tidak boleh meninggalkan prinsip-prinsip ekonomi, supaya dapat berkembang dengan layak.
Apabila kegiatan usaha koperasi semakin luas maka masalah yang dihadapi semakin kompleks, sehingga penanganannya tidak boleh dikerjakan secara amatiran tetapi harus secara profesional. Dalam keadaan seperti itu, apabila anggota koperasi tidak ada yang mampu dan cocok untuk menangani usaha koperasi tersebut tidak ada salahnya, bahkan dianjurkan untuk mengambil orang atau sekelompok orang di luar anggota koperasi yang benar-benar profesional untuk menangani usaha koperasi. Hanya saja perlu diingat bahwa tanggung jawab atas pekerjaan tersebut tetap berada di tangan pengurus. Sehingga pengurus harus benar-benar melaksanakan pengawasan secara ketat agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Pengurus harus bertindak dengan baik dan jujur agar dapat mengawasi kerja karyawannya, sebab hanya orang yang berbuat baik dan jujur saja yang dapat memperbaiki tindakan orang lain yang kurang baik.


 POLA MANAJEMEN KOPERASI INDONESIA
Koperasi seperti halnya organisasi yang lain membutuhkan pola manajemen yang baik agar tujuan koperasi tercapai dengan efisien.
Hal yang membedakan manajemen koperasi dengan manajemen umum adalah terletak pada unsur-unsur manajemen koperasi yaitu rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Adapun tugas masing-masing dapat diperinci sebagai berikut : Rapat anggota bertugas untuk menetapkan anggaran dasar, membuat kebijaksanaan umum, mengangkat/memberhentikan pengurus dan pengawas. Pengurus koperasi bertugas memimpin koperasi dan usaha koperasi sedangkan Pengawas tugasnya mengawasi jalannya koperasi.
Untuk koperasi yang unit usahanya banyak dan luas, pengurus dimungkinkan mengangkat manajer dan karyawan. Manajer atau karyawan tidak harus anggota koperasi dan seyogyanya memang diambil dari luar koperasi supaya pengawasannya lebih mudah. Mereka bekerja karena ditugasi oleh pengurus, maka mereka juga bertanggung jawab kepada pengurus.  Di bawah ini akan dibahas mengenai beberapa pola manajemen koperasi yang nantinya akan membantu koperasi tersebut dalam mencapai tujuannya :

a.      Perencanaan
Perencanaan merupakan proses dasar manajemen. Dalam perencanaan manajer memutuskan apa yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan, bagaimana melakukan dan siapa yang harus melakukan. etiap organisasi memerlukan perencanaan. Baik organisasi yang bersifat kecil maupun besar sama saja membutuhkan perencanaan. Hanya dalam pelaksanaannya diperlukan penyesuaian-penyesuaian mengingat bentuk, tujuan dan luas organisasi yang bersangkutan.
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang fleksibel, sebab perencanaan akan berbeda dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah di waktu yang akan datang. Apabila perlu dalam pelaksanaannya diadakan perencanaan kembali sehingga semakin cepat cita-cita/tujuan organisasi untuk dicapai.

Perencanaan dalam Koperasi :
Organisasi koperasi sama dengan organisasi yang lain, perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan akhir seefektif mungkin. Fungsi perencanaan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting karena merupakan dasar bagi fungsi manajemen yang lain. Agar tujuan akhir koperasi dapat dicapai maka koperasi harus membuat rencana yang baik, dengan melalui beberapa langkah dasar pembuatan rencana yaitu menentukan tujuan organisasi mengajukan beberapa alternatif cara mencapai tujuan tersebut dan kemudian alternatif-alternatif tersebut harus dikaji satu per satu baik buruknya sebelum diputuskan alternatif mana yang dipilih
Tipe rencana yang dapat diambil dalam koperasi dapat bermacam-macam tergantung pada jangka waktu dan jenjang atau tingkatan manajemen.

b.     Pengorganisasian dan Struktur Organisasi
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien. Pelaksanaan proses pengorganisasian akan mencerminkan struktur organisasi yang mencakup beberapa aspek penting seperti:
1.      Pembagian kerja,
2.      Departementasi,
3.      Bagan organisasi,
4.      Rantai perintah dan kesatuan perintah,
5.      Tingkat hierarki manajemen, dan
6.      Saluran komunikasi dan sebagainya.

Struktur Organisasi dalam Koperasi :
Sebagai pengelola koperasi, pengurus menghadapi berbagai macam masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang paling sulit adalah masalah yang timbul dari dalam dirinya sendiri, yaitu berupa keterbatasan. Keterbatasan dalam hal pengetahuan paling sering terjadi, sebab seorang pengurus harus diangkat oleh, dan dari anggota, sehingga belum tentu dia merupakan orang yang profesional di bidang perusahaan. Dengan kemampuannya yang terbatas, serta tingkat pendidikan yang terbatas pula, pengurus perlu mengangkat karyawan yang bertugas membantunya dalam mengelola koperasi agar pekerjaan koperasi dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan masuknya berbagai pihak yang ikut membantu pengurus mengelola usaha koperasi, semakin kompleks pula struktur organisasi koperasi tersebut. Pemilihan bentuk struktur organisasi koperasi harus disesuaikan dengan macam usaha, volume usaha, maupun luas pasar dari produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya semua bentuk organisasi baik, walaupun masing-masing mempunyai kelemahan.

c.      Pengarahan
Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting. Sebab masing-masing orang yang bekerja di dalam suatu organisasi mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Supaya kepentingan yang berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan satu sama lain, maka pimpinan perusahaan harus dapat mengarahkannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
Seorang karyawan dapat mempunyai prestasi kerja yang baik, apabila mempunyai motivasi. Maka dari itu, tugas pimpinan perusahaan adalah memotivasi karyawannya agar mereka menggunakan seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Supaya manajer atau pimpinan perusahan dapat memberikan pengarahan yang baik, pertama-tama ia harus mempunyai kemampuan untuk memimpin perusahaan dan harus pandai mengadakan komunikasi secara vertikal.

Manajemen Kepegawaian :
Seorang manajer kepegawaian adalah pembantu pengurus yang diserahi tugas mengurus administrasi kepegawaian, yang mencakup:
·         Mendapatkan pegawai yang mau bekerja dalam koperasi,
·         Meningkatkan kemampuan kerja pegawai,
·         Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik sehingga para karyawan tersebut tidak bosan bekerja bahkan dapat meningkatkan prestasinya,
·         Melaksanakan kebijaksanaan yang dibuat pengurus, mengawasi pelaksanaannya dan menyampaikan informasi maupun laporan kepada pengurus secara teratur,
·         Memberikan saran-saran/usul-usul perbaikan.

d.     Pengawasan
Pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk membuat semua kegiatan perusahaan sesuai dengan rencana. Proses pengawasan dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu menetapkan standar, membandingkan kegiatan yang dilaksanakan dengan standar yang sudah ditetapkan, mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, kemudian mengambil tindakan koreksi apabila diperlukan. Setiap perusahaan mengadakan pengawasan dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan.
Ada beberapa alasan yang dapat diberikan mengapa hampir setiap perusahaan menghendaki adanya proses pengawasan yang baik. Alasan-alasan tersebut antara lain:
·         Manajer dapat lebih cepat mengantisipasi perubahan lingkungan,
·         Perusahaan yang besar akan lebih mudah dikendalikan,
·         Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anggota organisasi dapat dikurangi.
Berdasarkan waktu melakukan pengawasan, dikenal ada tiga tipe pengawasan yaitu, feedforward controll, concurrent controll, dan feedback control.

Teknik dan Metode Pengawasan :
Secara garis besar pengawasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode pengawasan kualitatif dan metode pengawasan kuantitatif. Pengawasan kualitatif dilakukan oleh manajer untuk menjaga performance organisasi secara keseluruhan, sikap serta performance karyawan. Metode pengawasan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data, biasanya digunakan untuk mengawasi kuantitas maupun kualitas produk. Ada beberapa cara yang biasa digunakan untuk mengadakan pengawasan kuantitatif, antara lain: dengan menggunakan anggaran, mengadakan auditing, analisis break even, analisis rasio dan sebagainya.
Kita dapat melihatnya dalam program keterkaitan yang dicanangkan sebagai Gerakan Nasional muncul  4 (empat) macam pola hubungan kemitraan, yaitu:

    1. Pola Dagang.
Keterkaitan merupakan hubungan dagang biasa antara produsen/koperasi dan pemasar/pengusaha.

    1. Pola Vendor.
Kerjasama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahan yang menjadi bapak angkat.

    1. Pola Subkontrak.
Kerjasama dilakukan dalam hubungan produk yang dihasilkan oleh koperasi menjadi bagian dalam sistem produksi bapak angkat.

    1. Pola Pembinaan.
Pola ini dikembangkan untuk memberi kesempatan kepada koperasi yang memiliki potensi produksi tetapi lemah dalam pemasaran.

Ke-empat pola tersebut memperlihatkan bahwa koperasi ditempatkan sebagai sub sistem dari perusahaan swasta/BUMN. Padahal koperasi mempunyai kemampuan untuk ditempatkan sebagai related system. Dengan demikian fokus perhatian umumnya terarah kepada koperasi primer, sedangkan pengembangan koperasi sekunder dan tersier tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dengan hanya menjadi subsistem maka koperasi berada pada posisi bargaining yang lemah.
Memasuki millennium ketiga ini sudah seharusnya dilakukan upaya-upaya yang lebih teratur dan konsisten untuk membuat koperasi mampu berusaha di bidang ekpor-impor. Koperasi harus didorong untuk tumbuh dalam satu jaringan kerja (network) dan tidak hanya menjadi sub sistem perusahaan swasta.
Pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk pengembangan koperasi dengan membangun unit-unit quality control guna menetapkan standar ekspor serta meningkatkan kualitas produk dari koperasi-koperasi produksi. Disamping itu juga membangun unit-unit promosi (Rumah Produk Indonesia) yang memperlihatkan bebagai sample produk dari koperasi yang mempunyai standar ekspor.
Telah disinggung terdahulu bahwa perhatian pembinaan yang hanya terfokus kepada koperasi primer akan memperlambat perkembangan koperasi di Indonesia. Untuk itu sudah seharusnya focus perhatian pembinaan disebarkan meliputi juga koperasi sekunder dan tersier dalam suatu sistem pembinaan terpadu

Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD 1945 dan perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.
B. Pokok Permasalahan
Adapun ruang lingkup pokok permasalahan yang akan dibahas, terdiri atas:
1. Bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?
2. Apa yang menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia menjadi tidak optimal?
3. Apa yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.

B. Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Menjadi Tidak Optimal

Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances.
Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi Daerah
2. Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
3. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumberdaya alam yang tersedia.
4. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah artikan, seolah-olah merasa diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara masing-masing semaunya sendiri.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan seringkali mereka ikut terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku aparat dan masyarakat yang salah . Semua itu terjadi karena Otonomi Daerah lebih banyak menampilkan nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.
6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral, spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah. Sumber Daya Manusia yang tidak/belum berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan penyelewengan serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok.

C. Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah tersebut.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
1. Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan manusia yang berkualitas.
2. Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah harus tersedia dengan cukup.
3. Prasarana, sarana dan peralatan harus tersedia dengan cukup dan memadai.
4. Organisasi dan manajemen harus baik.
Dari semua faktor tersebut di atas, “faktor manusia yang baik” adalah faktor yang paling penting karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor manusia ini. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah.

Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.
Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah yang mengepalai suatu daerah otonom akan terkontrol tindakannya sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai penyelewengan yang dapat dilakukan oleh Kepala Daerah tersebut juga dapat dihindari dengan diperketatnya mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota Dewan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya
Dengan berbekal ketentuan yang baru tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah jelas-jelas terbukti melanggar larangan atau kode etik dapat diganti.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia masih belum optimal. Walaupun di daerah Wonosobo dan Gorontalo terdapat contoh nyata keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi kedua daerah tersebut hanya merupakan contoh keberhasilan kecil dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Secara keseluruhan, pelaksanaan Otonomi Daerah di tempat-tempat lain di seluruh pelosok Indonesia masih belum dapat berjalan dengan optimal.
Belum optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah antara lain disebabkan karena adanya berbagai macam penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di daera-daerah otonom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi hal yang paling penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah itu adalah dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia sebagai pelaksana dari Otonomi Daerah tersebut. Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan subjek dimana faktor-faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ini bergantung. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.


B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
4. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.