A. Model Kepemimpinan Kontigensi Fiedler
Para
model
kontingensi Fiedler adalah kepemimpinan teori Psikologi
Industri dan Organisasi yang dikembangkan oleh Fred Fiedler (lahir 1922), salah
satu ilmuwan terkemuka yang membantu bidangnya bergerak dari penelitian
sifat-sifat dan karakteristik pribadi pemimpin untuk gaya kepemimpinan dan
perilaku.Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi
karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap
efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership
style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya.
Menurut Fiedler,
ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor
ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut
adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur
tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan
antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti
petunjuk pemimpin.
Struktur tugas
menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan
secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi
menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh
pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa
memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya)
menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions)
Contoh, kasus dari teori kepemimpinan
kongensi ini dapat diambil dari sebuah perusahaan yang ini merge dengan
perusahaan lain nya dalam alasan ingin mengembangkan perusahaan tersebut, namun
perusahaan tersebut apabila sudah mengenal perusahaan yang ingin dijalin kerja
sama tersebut dapat dengan mudahnya terjalin kerja sama yang baik sesuai dengan
struktur dan posisinya tersebut, namun apabila belum sama sekali saling
mengenal perusahaan-perusahaan tersebut harus saling membangun sebuah hubungan yang
berdasarkan perintis teori Fiedler kontigensi bekerja pada teoritis mereka inti
dari fleksibilitas dan adaptasi.
B. Model Kepemimpinan VROOM YETTON
Model
Pemimpin Partisipasi
Victor
Vroom dan Philip Yetton mengembangkan sebuah model pemimpin partisipasi Suatu teori yang isinya satu set peraturan yang akan menentukan bentuk
dan jumlah pembuatan keputusan partisipatif dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda beda. Dalam
hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
- A-I : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
- A-II : pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
- C-I : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
- C-II : pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
- G-II : pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
Contoh kasus kepemimpinan yang menggunakan
gaya kepemimpinan vroom dan yetton dalam mengambil keputusan adalah ketua Osis.
Apabila dalam melaksanakan tugas mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan
ketua Osis selalu meminta pendapat dari bawahannya. Dengan mengadakan rapat
Osis di mana setiap anggota berkumpil dan memberikan saran atas msalah yang di
hadapi. Contohnya dalam menyelenggarakan hari kemerdekaan, bagaimana acara
dapat berjalan dengan lancar serta bagaimana mendapatkan dana untuk
menyelenggarakan acara tersebut. Ketua Osis menampung semua pendapat dari
bendahara, seksi acara, seksi humas dll. Dari contoh di atas dapat di ambil
kesimpilan bahwa ketua Osis memakai gaya kepemimpinan G-II yaitu pemimpin
memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama
merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua
pihak.
C. Model Jalan Tujuan (Path-Goal Theory)
Teori Path-Goal
sebagai salah satu pendekatan dalam kepemimpinan masih termasuk ke dalam
kategori Pendekatan Kontigensi.
Teori ini dikembangkan oleh Robert J. House serta Robert J. House and Gary Dessler.
Teori ini mengajukan pendapat bahwa kinerja bawahan
dipengaruhi oleh sejauh mana manajer mampu memuaskan harapan-harapan mereka.
Teori Path-Goal menganggap bawahan memandang perilaku pemimpin sebagai
pengaruh yang mampu memotivasi diri mereka, yang berarti:
- Kepuasan atas kebutuhan mereka bergantung atas kinerja efektif, dan
- Arahan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, House mengidentifikasi 4
tipe perilaku kepemimpinan sebagai berikut:
- Kepempimpinan Direktif, melibatkan tindak pembiaran bawahan untuk tahu secara pasti apa yang diharapkan dari seorang pemimpin melalui proses pemberian arahan (direksi). Bawahan diharap mengikuti aturan dan kebijakan.
- Kepemimpinan Suportif, melibatkan cara yang bersahabat dan bersifat merangkul pemimpin atas bawahan dengan menampakkan perhatian atas kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.
- Kepempimpinan Partisipatif, melibatkan diadakannya proses konsultatif dengan para bawahan serta kecenderungan menggunakan evaluasi yang berasal dari opini dan saran bawahan sebelum manajer membuat keputusan.
- Kepemimpinan Berorientasi Pencapaian, melibatkan perancangan tujuan yang menantang bagi para bawahan, mencari perbaikan atas kinerja mereka, dan menunjukkan keyakinan bahwa bawahan dapat melakukan kinerja secara baik.
Teori Path-Goal
menyatakan bahwa tipe perilaku kepemimpinan yang berbeda dapat dipraktekkan
oleh orang yang sama di situasi yang berbeda. Perilaku Kepemimpinan dalam Teori
Path-Goal ditentukan oleh dua
faktor situasional yaitu:
1. Karakteristik
Personal Bawahan dan
2. Sifat
Pekerjaan.
Karakteristik Personal
Bawahan sangat menentukan bagaimana bawahan
bereaksi terhadap perilaku pemimpin serta sejauh mana mereka melihat perilaku
pemimpin tersebut sebagai sumber langsung dan potensial untuk memuaskan
kebutuhan mereka. Sifat Pekerjaan
berhubungan dengan sejauh mana pekerjaan bersifat rutin dan terstruktur, atau
bersifat non rutin dan tidak terstruktur.
Contoh, semakin terstruktur suatu pekerjaan, semakin
tujuannya jelas, dan semakin terbangun rasa percaya diri bawahan, maka upaya
untuk terus-menerus menjelaskan suatu pekerjaan atau pengarahan merupakan
tindakan pemimpin yang tidak diharapkan oleh bawahan. Namun, pekerjaan tidak
terstruktur secara baik, tujuan tidak jelas, dan bawahan kurang pengalaman,
lalu gaya kepemimpinan yang bersifat direktif (pengarah) akan lebih diterima
oleh para bawahan.
Contoh kasus yang dapat diambil adalah kepemimpinan
seorang pemimpin dalam pembuatan konstruksi bangunan, semakin jelas tujuannya dan
bawahan semakin termotivasi oleh pemimpin untuk berkerja sampai pada titik
puncaknya keberhasilan
Perilaku kepemimpinan yang efektif didasarkan atas
kehendak pemimpin untuk membantu bawahan dan kebutuhan bawahan untuk dibantu
pemimpin. Perilaku kepemimpinan akan bersifat motivasional sejauh perilaku tersebut
menyediakan arahan, bimbingan dan dukungan yang diperlukan bawahan, mendorong
hubungan path-goal secara lebih
jelas, dan membuang tiap hambatan yang merintangi pencapaian tujuan.
Referensi Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar